Selasa, 28 Juli 2009

Sebuah Tugas Baru

Hari ini saya berhasil menyelesaikan sebuah tugas baru. Sebuah tanggung jawab baru. Jika biasanya saya hanya bekerja di belakang meja berkutat dengan data-data guru, kali ini saya harus berdiri di depan guru-guru SMP dan SMA. Sebuah tugas yang mungkin bagi pegawai lain hanya sebuah tugas kecil. Saya dan seorang teman diserahi tanggung jawab membawakan materi “ICT dan kaitannya dengan imtaq”. Bagiku ini besar karena ini pengalaman pertamaku sebagai pengajar di pendidikan dan pelatihan yang diadakan di kantorku. Sebenarnya masalah ajar-mengajar adalah bagian para pejabat fungsional yang disebut dengan Widya Iswara (WI). Tetapi karena di lembaga tempatku bekerja ini yaitu LPMP Sulawesi Utara, hanya memiliki satu tenaga WI IT (itupun beliau sedang menyelesaikan pendidikan S3) maka khusus materi ini dipercayakan ke para staf seksi Program dan Sistem Informasi (PSI) dimana saya bertugas.

Materi ini dibawakan oleh dua orang untuk mewakili dua agama yang menjadi kepercayaan para peserta. Satu agama Kristen dan satu lagi Islam. Di kantorku ini ada 117 pegawai, hanya 8 yang muslim selebihnya Nasrani. Sebenarnya yang dipercayakan membawakan materi untuk agama Islam adalah teman satu seksi saya, lebih senior. Tetapi dia menolak dan merekomendasikan saya. Jadi tugas ini sebenarnya sebuah tanggung jawab yang HARUS saya terima, dengan pertimbangan sudah tidak ada orang lain yang bisa membawakannya. Dengan terpaksa kuterima dengan bermacam kekhawatiran di benakku. Khawatir karena tidak punya pengalaman sebagai pemateri diklat. Apalagi pesertanya adalah guru-guru yang notabene usianya beberapa tahun bahkan jauh di atasku. Statusku yang pegawai baru dan masih 80 % cukup membuat nyaliku ciut pada awalnya. Jika melihat para WI yang senior-senior dengan gelar Master bahkan ada yang Doktor, membuatku menganggap remeh diriku sendiri.

Namun akhirnya bisa juga kukerjakan. Alhamdulillah lancar. Dari segi materi sebenarnya ringan. Hal ini karena kemampuan IT para guru-guru ini sangat minim. Hanya satu dua orang saja yang akrab dengan dunia IT, itupun masih sangat standar.
Bagiku berkesempatan mengemban tugas ini adalah suatu kehormatan. Masalah honor yang kecil bukan masalah. Saya agak kurang simpatik melihat beberapa orang yang tingkat antusiasmenya dalam menerima sebuah tanggung jawab tergantung dari besarnya bayaran yang akan diterimanya. Kok kesannya materialistis sekali. Toh sebagai “kuli pemerintah” kita sudah digaji tiap bulan ? Penghasilan di luar gaji seperti honor, mengapa tidak dijadikan bonus atas keringat kita ? Bukan dijadikan “incaran” bahkan tujuan utama. Saya juga kurang senang saat ada yang menertawakanku ketika menerima honor dari mengajar ini yang jumlahnya sangat kecil. Bisa dibilang receh jika yang dijadikan ukuran adalah honor kegiatan lain yang biasa kami terima.

Orang boleh saja mengatakan saya berpikiran seperti ini karena masih anak kemarin sore. Idealismenya masih tinggi. Mudah-mudahan tidak. Satu hal yang sangat saya sadari… saat kita bekerja dengan mengedepankan tanggung jawab dan mengesampingkan bayaran atau pujian yang akan diterima bahkan tidak memikirkan dulu, akan memberikan hasil yang luar biasa. Karena yang ada di pikiran kita adalah bagaimana bekerja sebaik dan semaksimal mungkin sehingga pekerjaan itu dilakukan dengan ikhlas. Ketika tugas itu selesai dengan baik, orang memberi apresiasi berupa pujian dan kita menerima bayaran dari lembaga (yang jumlahnya tidak pernah kita kira-kira) semua terasa sebagai rejeki dari langit yang jatuh dengan derasnya. Tapi entah apa yang saya rasakan ini sama dengan orang lain. Ukuran kebahagiaan orang berbeda-beda. Untuk orang yang banyak nrimo seperti saya, hal kecil pun bisa membuatku sangat senang dan bersyukur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar