Minggu, 28 Juni 2009

Khayalan sederhana



Beberapa waktu lalu saya bersama empat orang teman berekreasi ke Danau Linow di daerah Tomohon. Begitu turun dari mobil, spontan saya mengeluarkan kata-kata yang menunjukkan kekaguman yang besar. Tidak langsung bertasbih, astagfirullah. Indah, cantik, tenang. Itu kesan pertama yang muncul. Airnya berwarna hijau tidak merata, di suatu sisi berwarna hijau muda, di sisi lain hijau sedikit lebih tua. Rupanya tempat ini masih terbilang baru dibuka. Menurut teman yang membawa kami kesana, baru dua tahun dibuka. Mungkin karena itulah dan bukan hari libur (waktu itu hari Jumat), tempatnya tidak terlalu banyak pengunjungnya. Tapi itu yang saya suka. Mengunjungi tempat wisata alam yang tidak terlalu ramai. Ketenangannya masih terasa. Kalau mendengar dialek orang-orang yang berkunjung, kebanyakan orang dari luar Sulawesi Utara. Logat Jakarta, Bandung, Makassar (itu kami hehehe), sedangkan turis asing ada yang turis barat entah dari negara mana serta turis Asia.

Turun dari mobil kami langsung berjalan turun ke tempat minum air panas tepat di tepi danau. Saya dan seorang teman dari Kupang memesan teh, tiga teman lain memesan kopi. Kue yang disediakan sepiring bagea. Cukup lama kami duduk di situ. Diselingi foto-foto, rugi kalau tempat seindah ini tidak diabadikan dalam gambar.
Setelah merasa cukup menikmati minuman panas kami turun mengitari tepi danau. Tetap berfoto-foto tentu saja. Satu-satunya pria yang ikut bersama kami lah yang menjadi “fotografer dadakan”. Syukurlah dia juga tidak suka difoto, jadi sepertinya dia ikhlas-ikhlas saja diminta memotret kami dengan berbagai pose. Nanti sampai di taman yang masih di tepi danau barulah saya bertasbih berulang kali, Subhanallah.

Kenapa sampai saya menulis tentang Danau Linow yang indah ini ? Saat mengetik tulisan ini, saya berada di dalam kamar kos, duduk melantai di atas karpet menghadap layar laptop “plat merah” dengan headset terpasang di telinga. Sebelum menulis ini, saya sedang membaca buku La Tahzan. Buku ini sudah setahun sejak dihadiahi seorang teman saat saya akan berangkat ke Manado. Sudah setahun belum tamat dibaca. Buku ini lama terabaikan. Kembali kubaca, karena hati yang dilanda sedikit keresahan. Namun tidak melulu buku ini yang kubaca. Kuselingi dengan membaca novel pinjaman dari teman, Dwilogi Ketika Cinta Bertasbih, Al Qur’an dan tafsir. Jujur membaca kitab Allah ini bisa memberi ketenangan. Saya jadi merasa punya teman yang tidak akan mungkin meninggalkanku. Teman yang akan selalu mendengar keluh kesahku kapanpun. Kaitannya dengan Danau Linow, seharian membaca beberapa buku dan kitab ini di kamar kos bisa bosan juga. Tiba-tiba khayalku sampai pada suatu pemandangan. Yaitu saya duduk membaca melonjorkan kaki di sebuah kursi panjang. Duduk menghadap danau yang tenang dan indah. Dan danau itu adalah Danau Linow. Di sampingku ada sebuah meja kecil yang di atasnya ada secangkir teh panas dan sepiring kue-kue kecil. Kebetulan Windows Media Player-ku sedang memainkan lagu Negeri di Awan-nya Katon Bagaskara. Pas sekali. Pemandangan seperti ini sering kulihat di film-film barat. Seseorang yang sedang membaca di tepi danau yang tenang. Bisa tidak ya saya merasakan itu menjadi kenyataan ? Walaupun hanya sehari, menumpang berlibur dimana misalnya. Well, nothing’s impossible. We never know what will happen.

2 komentar:

wahyuda mengatakan...

hello, asyik.....

Raras mengatakan...

yup..khayalan sederhana yg teramat romantis menurutku..btw..kayaknya pernah nonton film barat yg viewnya seperti khayalanmu itu,judulnya after sunset kalo ga salah :)

Posting Komentar