Kamis, 21 Januari 2010

Pengalaman Ke Pulau Di Ujung

Akhirnya masuk kantor lagi setelah 3 minggu berada di “luar”. 2 minggu kupakai berobat sekaligus liburan di Makassar. Sepulang dari Makassar, hanya tidur 2 malam di kamar kos lantas harus berangkat lagi ke Kabupaten Kepulauan Talaud selama 4 hari.

Sebagai pendatang di Sulawesi Utara, saya sangat antusias ketika kebagian kabupaten ini. Teman-teman yang mengkoordinir memang sudah tahu saya sangat menginginkan bisa kesana. Sebenarnya ada satu lagi kabupaten yang juga ingin kudatangi yaitu Sangir. Tapi Sangir sudah dibooking oleh teman yang punya keluarga di sana. Dibanding Sangir, Talaud lebih jauh. Pulau ini letaknya (katanya) 180an km lagi sudah sampai di Filipina. Inilah salah satu kenapa saya ingin bisa menginjakkan kaki disini. Saya cuma ingin “menjelajah”. Katanya perjalanan kesana jika dilakukan di bulan Desember – Januari cukup riskan. Mengingat cuaca yang kurang baik. Salah-salah bisa terdampar di Filipina. Seperti itu kira-kira ucapan mereka.

Rombongan kami ada 11 orang, wanita cuma 2 yaitu saya dan ibu Tineke. Kapal motor yang kami tumpangi berangkat jam 5 sore. Tiba jam 1 siang keesokan harinya. Ini tergolong sangat lambat. Kapal kami sampai dilambung oleh kapal lain yang berangkat dua jam lebih lambat dari kami. Penyebabnya adalah satu dari dua mesin kapal mati. Hanya sebagian kecil penumpang yang tahu tentang ini. Itupun karena salah satu penumpang yang seorang kapolsek bertanya ke kapten kapal. Penumpang mulai gelisah bertanya saat kapal kami sudah dilambung itu. Ibu Tine bahkan bertanya ke kapten, “Kep, so mo sampe minggu ini torang ?” yang bisa diartikan ,”Kep, kita sampenya minggu ini kan ?”. Ini diceritakan beliau saat sudah di darat. Syukur juga saya tidak tahu masalah kerusakan mesin itu. Bisa-bisa sepanjang malam saya gelisah memikirkan keselamatan kami. Kadang-kadang tidak banyak tahu menguntungkan juga ya…

Ketika kapal sudah sandar di pelabuhan, perasaanku lega. Akhirnya mendarat juga, pikirku. Namun ternyata… kami harus naik speed boat lagi ke pulau yang merupakan letak kecamatan Melonguane dan Beo. Melonguane merupakan pusat pemerintahan kabupaten Talaud yang juga adalah tempatku ditugaskan selama 4 hari ke depan. Dari Melonguane menempuh perjalanan darat selama 1 jam untuk sampai ke kecamatan Beo. Sedangkan kecamatan Lirung yang merupakan tempat tugas dua temanku, letaknya di pulau lain. Ini berarti harus naik speed boat lagi. Oh my God, pikirku. Ini saja saat sampai di penginapan di Melonguane badanku masih oleng.

Keadaan kota kecamatan Melong (biasa disebut lebih singkat seperti ini) yang sudah menjadi pusat pemerintahan saja sudah begini sepinya. Saat kami keluar jam 7 malam, keadaan sudah sepi. Toko-toko dan warung makan banyak yang tutup. Benar kata temanku yang juga hanya mendengar dari orang kalau kota di Talaud ini seperti kota mati. Pak Lody salah satu temanku berkata,”Adoh mo mati kita tinggal disini. Pe sepi skali…”. Saya sih santai saja. Mungkin karena terlalu antusias. Yang penting ada air bersih, dan makanan halal. Asal jangan kelamaan juga sih. Rindu mall soalnya, hehehe.

Entah ada berapa masjid di kota ini. Sepertinya cuma satu itupun jauh dari penginapanku. Makanya suara adzan tak pernah terdengar. Tiap maghrib hanya ada suara house music yang sangat keras layaknya di diskotik yang diputar di rumah di depan penginapanku. Arah kiblat pun saya tidak tahu. Tidak ada kompas dan penunjuk arah kiblat seperti yang ada di hotel-hotel di Sulsel tempatku dulu. Saat bertanya arah barat ke penjaga penginapan, ia menunjuk dengan ragu-ragu. Yah mudah-mudahan saja betul.

Alat transportasi utama masyarakat disini adalah bentor alias becak motor. Tidak ada mikrolet seperti di Manado. Pengemudinya banyak pendatang seperti orang Jawa dan Makassar. Sebenarnya jarak satu tempat ke tempat lain cukup dekat, bisa ditempuh dengan jalan kaki. Cuma berputar-putar saja.

Mengenai kuliner, layaknya di daerah lain di Sulawesi Utara ikan tetap mendominasi. Namun ada juga menu lain yaitu ayam seperti di warung makan ayam kalasan milik orang jawa yang kudatangi. Biarpun makanan jawa, pengaruh Sangir sudah sangat terasa yaitu di sambalnya yang… wauw dahsyat pedasnya. Ibu Tine yang masih keturunan Sangir saja masih kewalahan. Beliau sampai berkomentar,” Ni rica bukan main. Cabu-cabu nyawa”. Saya hanya tertawa sambil mengiyakan. Walaupun sudah hampir dua tahun di Manado, kadang-kadang saya masih sering merasa lucu mendengar istilah-istilah masyarakatnya.

Setelah tugas kami sebagai Senior Teacher (ST) dalam Pelatihan Master Teacher Intel-Getting Started untuk guru-guru daerah terpencil selesai, kami pulang dengan memilih pesawat. Sebuah pesawat kecil yang kapasitas penumpang sekitar 40 orang saja. Harga tiketnya lumayan mahal Rp 600.000,-. Tiket kapal kami sewaktu datang untuk kelas VIP Rp 330.000,- sedangkan kelas ekonomi hanya Rp 165.000,-. Tiket pesawat Manado-Makassar pun masih lebih murah yaitu 400 hingga 500-an pada harga normal. Kami memilih perjalanan udara karena ketika kami akan pulang cuaca semakin buruk. Berita di televisi menunjukkan badai dan ombak besar di wilayah timur Indonesia. Alhamdulillah penerbangan lancar, sekitar 45 menit sudah sampai.

Kapan-kapan jika ada kesempatan saya ingin ke pulau Sangir. Walaupun Talaud yang lebih dekat ke Filipina tetapi Sangir lebih ramai dibanjiri barang-barang dari Filipina. Katanya di Sangir ada pulau yang merupakan pintu masuknya barang-barang selundupan dari Filipina. Saya penasaran saja ingin melihat keadaan pulau dan kotanya.

5 komentar:

adhyz82 mengatakan...

wah mantap nech ceritanya jen..

Romanisti mengatakan...

ow..wow...wow..pengen dunk kesana...

Unknown mengatakan...

mantabs :)

numpang promo http://raini-sale.blogspot.com :)

Tihang mengatakan...

Menurut saya mbak, ee..! Hana kurang bgitu kenal dengan mereka, karena saya hanya sedikit menemukan cerita kebaikan dari S & R di sini.

Heem... Apakah om Sinyo & t. Rini memang di lengkapi dengan kekurangan jasmani dan Rohani,...
Kl benar begitu, apa yang mereka alami sekarang mungkin buah dari perbuatan mereka sendiri, sungguh sangat di sayangkan sekali..

Tatang mengatakan...

kok dipake nyeludupin barang sih pulaunya, kalau bisa posting juga poto-potonya biar kita bisa lihat

Posting Komentar